Rabu, 23 Oktober 2013

Poem - Im Happy For You



Im happy for you
For your smile
Even it break my heart
Even it is pain for me

Im happy for you
For your laugh
Even it not because me
Even it not for me

Im happy for you
For your time together with me
Even it will be disappear
Even it your time is for his now

Im happy for you
I haven’t any reason to forget our memories
Even we will not make a memories again
Because you will make ones with another person

Im happy for you
Because i love you

Senin, 21 Oktober 2013

Tas Biru Muda



Pagi ini semua terlihat lebih cerah dimata Syahwa. Dia masih terngiang-ngian wajah Kevin saat dia mengantarkan Syahwa pulang kerumahnya kemarin. Dia kemudian mengecek handphone-nya. Dia kemudian tersenyum ketika melihat ada sebuah tanda sms masuk terpampang dilayarnya. Wah, sms dari Kevin.
“Selamat pagi, Tuan Putri! Semangat ya untuk hari ini ;)”
Sontak wajahnya yang putih pucat berubah menjadi merah merona ketika melihat kata “Tuan Putri” di SMS Kevin.
“Selamat pagi, kamu juga ya ;)” balas Syahwa kepada Kevin.
***
“Wah, si non daritadi senyum mulu, ada apa nih”  sapa bibi yang dari tadi memperhatikan senyum selalu terpancar dari wajah Syahwa.Syahwa kemudian mengambil catatan kecilnya dan menulis sesuatu disana kemudian memperlihatkannya ke bibi Woro.
“Lagi senang banget,bi!”
“Bagus deh kalau gitu,non. Bibi ikut bahagia. Cepetan gih non, papa udah nunggu tuh, kasian kalau lama” jawab bibi sambil membawakan tas Syahwa yang berwarna biru muda.
Kicau burung seakan mengiringi kepergian Syahwa kesekolahnya, semua tampak sangat indah dari balik kaca mobil. Setelah beberapa saat, Syahwa sampai juga disekolahnya tercinta, sepertinya sekolah tampak masih sepi. Sudah kebiasaan Syahwa untuk datang 30 menit sebelum bel masuk berbunyi. Biar bisa mengulang pelajaran kemarin sebelum bel masuk jawabnya ketika ditanya kenapa oleh orang lain. Tak lupa dia mencium tangan papa sebelum dia masuk kedalam area sekolah.
“Belajar yang rajin ya,nak” kata papa-nya sambil mencium kening Syahwa. Dia selalu ingat saat-saat dimana kedua orang tuanya mencium keningnya ketika dia hendak pergi sekolah. Tapi sekarang, hanya papa-nya saja yang masih bisa melakukannya, karena mama-nya sudah dipanggil Tuhan terlebih dulu.
Syahwa kemudian menulis dicatatan kecilnya kemudian memperlihatkannya ke papa sambil memasang senyum yang lebih manis dari sebelumnya.“Papa hati-hati dijalan,ya”
“Iya,sayang. Maaf papa belum bisa jemput kamu hari ini, kamu hati-hati ya kalau pulang” kata papa sambil menjalankan mobilnya diikuti dengan lambaian tangan yang kemudian dibalas oleh Syahwa.
***
“Huff, pelajaran hari ini benar-benar melelahkan” batin Syahwa sambil menghempaskan dirinya ke ranjang. Dia kemudian teringat wajah Kevin yang tanpa sengaja dia liat dilapangan ketika sedang pelajaran olahraga. Oh manis nya.
Ding! Ponsel Syahwa berbunyi, dan dilayarnya terlihat nama pengirim yang tidak asing, Kevin. “Jangan lupa makan siang ya, Tuan Putri!” Syahwa tersenyum. “Iya, kamu juga ya.vin!” balasnya. Perlahan tanpa dia sadari, dia semakin cinta pada lelaki itu.
***
Kevin sedang tidur diranjangnya sambil membayangkan wajah Syahwa. Sosoknya selalu muncul disetiap kegiatan Kevin, dan secara tidak langsung menjadi mood booster untuknya. Tapi hadir Syahwa juga mengingatkan kembali tentang kenangan yang tidak menyenangkan.
Flashback

Kevin sedang duduk di bangku ketika seorang wanita berjalan didepannya.
“Hai, Clara! Siang nanti ketemu,yuk!”. ”Maaf, ada urusan, nanti saja ya” jawab wanita itu singkat sambil berjalan pergi menjauhi kevin.
Dia kenapa sih? Akhir-akhir ini dia berubah. Kevin kemudian mengikuti wanita itu dari belakang.
“Eh, bukannya dia pacar lo? Kok lo gak mau diajak ketemuan?” kata seorang wanita yang merupakan teman Clara. “Hah? Pacar gue? Bukan ah, udah putus” jawab Clara.
Prak! Hati Kevin pecah seketika. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Inilah jawaban dari semua pertanyaan Kevin. Semua perasaan tercampur dalam benaknya. Dia lega karena dia berhasil menemukan jawaban dari pertanyaannya, tapi disisi lainnya dia sedih karena jawaban yang dia dapat sangat membuat hatinya perih.
“Clara!” teriak Kevin dari belakang dengan penuh emosi.“Kevin?” jawab Clara dengan kaget. “Jadi itu sebabnya kamu menjauh dariku? Kamu malu punya pacar sepertiku? Kenapa sih Clara? Kenapa kamu nggak jujur aja sama aku? Aku ini pacarmu loh, bisa-bisanya kamu berkata seperti itu!”.
Clara hanya terdiam, dia tidak mampu menjawab pertanyaan Kevin yang seperti peluru, menghujam kulit Clara tanpa memperdulikan sakitnya.
“Oke kalau itu memang mau kamu, aku bakal menjauh. Mulai saat ini dan seterusnya kita nggak perlu dekat lagi. Kamu pikir enak apa digantungin seperti ini, kemudian kamu bilang kita udah putus sama orang lain?. Kalau begitu kita sampai disini saja, makasih buat semuanya” kata Kevin sambil beranjak pergi.
End of Flashback

Semenjak saat itu, dia kemudian berpikir, kalau cinta itu hanyalah karangan negeri dongeng. Yang dibuat hanya untuk menyenangkan orang tanpa memperdulikan nyata atau tidaknya. Cinta itu bodoh batinnya.
Setidaknya begitu, sampai seorang gadis mulai memudarkan kata itu, mengubah seluruh persepsi Kevin tentang cinta. Dan tanpa ia sadari, ia mulai mengisi bingkai kosong dihatinya dengan wajah Syahwa. Dia jatuh cinta kepadanya.
***
Tok tok! Suara ketukan pintu seketika membangunkan Syahwa dari negeri mimpi.
“Non Sasa, ada tamu tuh diluar,” kata bibi Woro sambil membuka pintu kamar Syahwa. Dan langsung dibalas dengan anggukan dari Syahwa. “Sepertinya ada perlu tuh, cowok lagi hihi” goda bibi Woro kepada Syahwa seraya menutup pintu.
Hah? Cowok? Tumben.
Syahwa melirik jam menunjukkan jam 16.30.
Siapa sih sore-sore gini ganggu aku lagi mimpi.
Dengan malas-malasan dia membuka gorden jendelanya dan melihat kebawah untuk melihat siapa cowok yang berani mengusiknya dari negeri mimpi. Dan mata nya terbelalak melihat sosok yang ada dibawah sedang melambaikan tangannya.
Buru-buru dia mengganti baju tidurnya dengan baju stelan santai –t-shirt dan rok dibawah lutut- dan segera turun kebawah menemui orang itu sambil menenteng catatan kecilnya.
“Hai, Tuan Putri!” sapa orang itu yang ternyata sosok yang sangat ia kenali, sosok yang beberapa hari ini sudah mengisi hari-harinya. Kevin. Syahwa kemudian menulis di catatan kecilnya, dan memberikan catatannya kepada Kevin. “Kok gak ngabarin mau datang?” tulisnya.
“Surprise dong, masa mau surprise harus laporan dulu hahaha” jawab Kevin sambil tertawa, tawa yang selalu bisa memikat hati Syahwa. “Eh, iya, jalan yuk!” ajak Kevin bersemangat dan langsung menarik tangan Syahwa, memaksanya duduk di jok motor tanpa menunggu persetujuannya.
***
“Nah, sampai nih Tuan Putri,” kata Kevin seraya mematikan motornya, tepatnya motor orang tuanya. Syahwa kemudian turun dan terpaku dengan apa yang ada dihadapannya.
Syahwa melihat matahari terbenam dari atas sebuah bukit, matahari yang sudah mulai menyembunyikan sinarnya, mengubah warna langit biru menjadi warna orange. Disekitarnya dia melihat banyak pasangan, baik suami-istri, maupun sepasang remaja yang sedang bermain diatas bukit itu.
“Disini tempat yang selalu aku kunjungi setiap aku butuh ketenangan,” suara Kevin langsung menyita perhatiannya, membuyarkan lamunannya tentang keindahan alam yang barusan dia lihat. “Eh duduk disitu,yuk!” tunjuk Kevin ke bangku yang ada di dekat pembatas bukit, tidak terlalu panjang tapi cukup untuk dua orang.
Syahwa mengambil catatannya dan menuliskan sesuatu. “Tempat ini indah banget,” tulisnya sambil melihat kearah Kevin yang langsung melihat apa yang ditulis Syahwa.
“Tidak seindah senyum kamu,” jawab Kevin sambil tersenyum. Sebuah kalimat yang langsung membuat pipi Syahwa memerah.
Sejenak kemudian tercipta keheningan diantara mereka, mereka terhanyut dengan pikiran dan perasaan mereka masing-masing. Perasaan yang sama, perasaan yang selalu saja tercipta diantara pria dan wanita yang saling suka, perasaan yang seolah dapat membuat dunia menjadi hanya milih berdua. Cinta.
“Menurutmu, Cinta itu apa, Tuan Putri?” Kevin membuka suara, mencoba memecah keheningan antara keduanya. Syahwa berpikir sejenak, kemudian menyusun kata-kata di catatan kecilnya.
“Cinta itu perasaan yang dapat mengubah segalanya menjadi lebih indah, mengubah sedih menjadi bahagia, dan perasaan yang dapat mengisi kesepian yang selalu ada di hati setiap manusia” tulisnya.
Kevin hanya tersenyum sebelum kemudian catatan kecil Syahwa mendekat ke dirinya. “Menurutmu sendiri?” tanya Syahwa.
“Menurutku, cinta itu hanya perasaan yang menyakitkan sebuah perasaan yang cepat atau lambat, akan lahir air mata karenanya. Yah setidaknya menurutku begitu, sebelum...” Kevin tidak melanjutkan perkataannya. Syahwa pun memasang wajah heran seperti ingin Kevin melanjutkan kalimatnya. Kevin pun menyadarinya dan segera melanjutkan kalimatnya.
“... sebelum aku mengenalmu, Tuan Putri,” kata Kevin sambil mengeluarkan senyum tulus. Sesaat Syahwa merasa dunia seakan menghilang, yang ada hanya dirinya dan Kevin. Dia tidak menyangka Kevin memiliki perasaan yang sama dengan dirinya.
“Oh iya, aku ada sesuatu untukmu,” tanya Kevin sambil berlari ke motornya kemudian mengeluarkan sebuah plastik dan segera duduk disamping Syahwa lagi.
“Aku harap kamu suka,” kata Kevin sambil memberikan sebuah blocknote bergambar Love berwarna pink. Dia sangat senang sekali dengan pemberian dari Kevin. Dia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.
Kemudian tanpa dia sadari, wajahnya semakin dekat dengan Kevin dan kemudian mencium pipinya dengan lekas dan langsung membuang pandangannya kearah lain. Tapi dia tidak bisa menghilangkan pipinya yang kini berubah lagi menjadi merah merona.
Kevin hanya tersenyum kemudian memegang tangan Syahwa. Genggaman yang seolah berkata dia tidak akan pernah meninggalkan Syahwa apapun yang terjadi. Langit orange dan matahari yang terbenam pun menjadi saksi sebuah cinta yang terbentuk diantara mereka berdua.
***
Syahwa membaringkan badannya, dia tidak bisa menghilangkan senyum yang terus melekat diwajahnya dari ketika Kevin mengantarnya pulang. Kemudian Syahwa mengambil ponselnya dan kemudian mengetik sebuah pesan singkat untuk Kevin.
“Thanks for today, pangeran :)” dan kemudian menekan tombol send.
Sesaat kemudian ada balasan pesan dari Kevin. “Thanks juga, tuan putri :)”.
Syahwa kemudian mengambil blocknote pemberian Kevin dan menuliskan sebuah kata-kata pada lembar pertamanya.
I can see lonely in your eyes
Let me wipe it with my compassion
I can see heartache in your eyes
Let me wipe it with my love

Oh, i want you to know
How i want you so bad
Oh, i want you to know
How i love you so much

-Syahwa

Sambil tersenyum dia meletakkan pena dan blocknote-nya disamping bantalnya dan mematikan lampu seraya berkata dalam hati. “Good night my prince”.
***

Created by Andhyka Cakra :)

Sweater Merah Jambu


Kevin jalan terburu-buru dengan wajah pucat. Dia menunduk dan mulutnya komat-kamit mengucap doa agar tidak dipalak hari ini. Keringat dinginnya mengucur. Hari ini dia memang membawa duit lebih untuk pergi ke toko buku dan membeli beberapa edisi terbaru komik one piece kesukaannya.
Dia sampai di halte bus dan semuanya baik-baik saja. Kevin bersyukur dalam hati. Rombongan Dino CS tidak memergokinya hari ini, mungkin karena sudah dapat ‘mangsa’ yang berdompet tebal. Keringat dingin yang menjalar ke suluruh tubuhnya sudah agak mongering setelah setengah jam dia tidak mendapati wajah Dino CS nongol dengan tiba-tiba seperti biasanya.
Iseng, Kevin menyapu pandangan di sekitar halte bus . Melihat pemandangan setenang ini jarang dia lakukan, karena biasanya dia selalu menunduk sehabis menjadi ‘mangsa’ Dino CS. Tetapi, hari ini entah apa yang membuatnya melakukan hal itu, hingga dia serius sekali menatap semua yang bisa terlihat matanya.
Daya magis dari arah tempat les musik milik yayasan sekolahnya yang berada tidak terlalu jauh dari halte bus yang sedang Kevin singgahi mampu membuat Kevin terdiam sangat lama. Dia melihat seorang wanita yang tidak biasa. Wanita itu sangat anggun, dia mempunyai kulit berwarna putih pucat dan yang tidak kalah membuatnya terkagum adalah, wanita itu mengenakan sweater merah jambu di bawah amarah sinar matahari yang membuatnya semakin menawan di mata Kevin. Rambutnya terjuntai sepunggung, tetapi diikat setengah menggunakan pita berwarna serupa dengan sweaternya. Dia menenteng biola, dan seperti malu-malu dia berjalan dengan pelan dan hati-hati. Wajahnya tersapu kilatan sinar matahari dan titik-titik keringat dari keningnya terlihat berkilauan. Bias sinar wajahnya terlihat begitu indah. Cantik, pikir Kevin. Hanya saja terdapat benda kecil yang menyumbat telinganya serta buku kecil dan pena terjepit tergantung di lehernya, entah itu benda aneh apa. Yang pasti Kevin terlalu kagum dengan sosok yang baru sekali dia lihat tersebut hingga dia tidak peduli lagi jika langit runtuh saat itu juga, asal Kevin bisa berlama-lama menatap wajah itu. Namun seperti dipanggil tanpa suara, bus yang sejak tadi Kevin tunggu sudah bertengger di hadapannya, menyuruhnya untuk segera masuk dan pergi ke toko buku seperti yang direncakannya. Jika saja bukan karena komik one piece kesayangannya, mungkin Kevin akan terus terpaku di bangku reot halte bus dengan wajah yang seperti ‘jatuh cinta’ pada sosok menawan itu.
***

Syahwa membetulkan posisi duduknya. Wajah gagah dan tegas itu menyembul dari balik pintu kamarnya yang sengaja tidak dikunci.
“Kau serius akan sekolah?”
Syahwa tersenyum manis sambil mengangguk.
Perlahan namun pasti sosok pria yang sangat tampan ini masuk ke dalam kamar yang ukurannya sangat luas. “Baiklah. Mau kan di sekolah Papa saja? Papa sedikit khawatir.”
Lagi-lagi Syahwa hanya mengangguk dan tersenyum manis. Itu impian terpendamnya sejak dulu.
“Papa usahakan, minggu depan kamu sudah bisa bersekolah. Semuanya terkadang tidak berjalan dengan lancar, terlalu sulit jika harus mengurus semuanya dengan terburu-buru. Tidak apa-apa kan?”
Wajahnya terlihat mendung, ternyata menjadi pemilik yayasan sekolah tidak cukup untuk membuat segala urusan pindah sekolah menjadi lebih singkat. Tetapi, dia menyembunyikan perasaan kecewa itu, lalu kembali tersenyum, kali ini mamaksakan senyumnya.
“Jangan lupa membeli stok buku catatan kecil.” Papanya tersenyum dengan menawan. Lalu membelai rambut peri kecilnya.
Syahwa mengangguk ceria. Berarti akan ada jatah tambahan untuk membeli buku, katanya dalam hati.
Sejak kecil Syahwa memang hobi membeli buku catatan kecil, dan hingga sekarang hobi itu tidak pernah pudar. Setiap harinya selalu ada yang ditulisnya di buku itu, untuk berkomunikasi dengan orang lain. Syahwa memang tuli dan tidak bisa bicara. Dia tidak pernah suka belajar bahasa isyarat. Dia membenci belajar sesuatu yang seakan membuatnya terlihat tidak bisa melakukan hal seperti yang dilakukan orang normal pada umumnya. Dia tidak bisa mendengar, tetapi dia memakai alat untuk membantunya agar dapat mendengar. Orang normal jarang ada mengerti bahasa isyarat dan dia mulai membenci itu, maka jalan keluarnya adalah menulis. Dia menulis semuanya di buku catatan kecil yang selalu digantung di lehernya dengan pena jepit kecil guna menulis untuk berkomunikasi. Bahkan buku-buku catatan kecil sejak Syahwa kecil hingga sekarang tetap dia susun rapid an teratur di rak-rak bukunya.
Selama ini, segalanya berjalan dengan lancar. Hingga detak jantungnya berdebar tidak seperti biasanya ketika dia ingin kembali menyicipi bangku sekolah seperti saat sekolah dasar dulu. Namun sejak ‘dibully’ salah satu teman sekelasnya, Syahwa menjadi takut pergi sekolah dan melanjutkan home schooling. Tetapi rasa ‘rindu’ akan bangku sekolah dan riuh-rendah celoteh ala anak sekolahan membuatnya kembali menahan rasa takut yang berkecambuk dalam dadanya.
Ingatan itu masih jelas tergambar dalam memori otaknya. Saat Rika mencemooh bahwa Syahwa tidak normal karena terus menggunakan bahasa isyarat dan berbicara tidak jelas saat menjawab pertanyaan guru ketika duduk di bangku sekolah dasar. Tangisan Syahwa tidak terbendung saat ucapan-ucapan Rika yang seperti pisau menghujani hatinya pelan namun dalam.
Tergurat ocehan-ocehan pilu Syahwa saat mamanya mencoba menenangkan tangisnya yang begitu mengiris. Syahwa masih bisa merasakan pelukan hangat yang diberi mamanya bertubi-tubi kala itu. Namun, sekarang, pelukan hangat itu berganti dengan pelukan kokoh namun dingin dari papa. Syahwa tahu papanya menyayanginya, sangat malah. Tetapi, sepertinya almarhumah mama tidak dapat digantikan oleh papa yang sangat menyayanginya tersebut. Dia masih belum bisa mengganti pelukan hangat itu dengan pelukan kokoh yang dingin milik papanya. Dia hanya perlu waktu lebih lama.

Segala persiapan untuk masuk sekolah milik papanya sudah tersedianya. Segala urusan seperti harus berjalan sangat lambat hingga Syahwa masih harus menunggu sampai minggu berikutnya untuk masuk sekolah normal.
Tetapi, Syahwa cukup percaya diri karena dia sudah merasa berada di atas rata-rata orang normal pada umumnya. Dia mahir bermain biola, serta menguasai bahasa Prancis dan Inggris, padahal umurnya baru menginjak 14 tahun. Dan dia akan merasakan memakai pakaian sama seperti ratusan orang murid dalam sekolahnya setiap hari. Itu lucu baginya. Karena, dia tidak biasa mengenakan seragam saat sekolah, bahkan dia tidak mengenal jam istirahat kecuali saat di sekolah dasar, baginya saat dia home schooling kapanpun dia ingin makan, dia akan makan dan gurunya akan dengan sangat sabar menunggunya hingga selesai.

Akhirnya, hari ini datang…
“Non Sasa pagi-pagi udah rapih aja, udah siap banget mau sekolah ya, Non?” sapaan bibi Woro pagi ini seperti angin baik yang berhembus di telinga Syahwa.
Syahwa hanya menyunggingkan senyum termanisnya. Lalu dengan cepat menulis sesuatu di buku cacatan kecil yang tergantung di lehernya dengan pasrah. “Gimana penampilanku?” dia memperlihatkan tulisan tangannya yang indah di kertas putih dengan tinta pena hitam menyala kepada bi Woro.
“Cantik sekali. Seperti biasanya.”
Dia menulis lagi. Kali ini lebih serius dari sebelumnya. “Sweaterku mengganggu gak untuk dipakai ke sekolah?”
“Enggak, non. Kan bapak udah bilang kemarin, non gak apa-apa kalo mau make sweater tiap hari ke sekolah.” Bi Woro tetap memasang senyum manisnya.
Syahwa tersenyum senang. Pagi ini adalah pagi terbaiknya. Tas berwarna violet berisi beberapa buku kosong yang sengaja dia sampul berwarna cerah hari ini akan menemani hari pertamanya masuk sekolah normal. Pita merah jambunya seperti biasa bertengger di kepalanya dengan manis.
***

Syahwa, kelas 10 jurusan kesenian. Isunya dia fasih memainkan biola, dan yang lebih mengejutkannya lagi, dia baru berumur 14 tahun. Sayangnya, dia tuli jika tidak menggunakan alat bantu dengar dan tidak bisa bicara.
Berita hangat di seluruh yayasannya itu masih bergentayangan dalam benak Kevin. Pertanyaan-pertanyaan yang kerap kali muncul setiap memikirkan apa yang teman-temannya bilang selalu saja berbunyi, “Yang mana itukah yang namanya Syahwa?” “Semenarik apasih dia?” “Dia cantik atau enggak ya?”
Entah mengapa Kevin jadi sebegini penasarannya. Tetapi rasa penasarannya itu sering kali terlupakan oleh bayangan-bayangan pesona wajah wanita bersweater merah jambu seminggu yang lalu.
Tetapi, akhir-akhir ini setiap Kevin ingin pulang dengan bus dan menatap lama-lama atau bahkan mengajaknya berkenalan wanita bersweater dan berpita merah jambu itu, dia akan berpikir 2x karena takut harus membayar pajak yang selalu ditagih Dino CS, entah pajak apa yang mereka tagih pada setiap anak di yayasan Angkasa ini.

Minggu berikutnya, Kevin berkesempatan pulang dengan bus, karena Dino CS sudah di DO secara tidak terhormat. Kabar angin mengatakan bahwa pemilik yayasan Angkasa sendirilah yang mengeluarkan mereka. Entah informasi darimana yang telah sampai di telinga pemilik yayasan hingga rahasia umum yang dijaga ketat oleh Dino CS secara turun-temurun dari tahun ke tahun bisa terbongkar oleh orang yang bahkan tidak pernah terlihat sedikitpun batang hidungnya di sekolah.
Kevin merasa hari-harinya akan terus menyenangkan dan tidak perlu ketakutan untuk memilih jalan pulang melalui bus. Sepertinya hatinya dan semua orang di Sekolah Menengah Atas Angkasa ini akan merdeka selamanya setelah Dino CS enyah dari pandangan mereka.
Seperti selalu ada ucapan lirih berbunyi, “Akhirnya…” pada setiap orang-orang yang menunggu bus di halte bus yang sempit dan kecil saat mereka mendapat kabar bahwa palakan Dino CS sudah kadaluarsa dan mereka boleh lega, seperti pasung di duit-duit mereka lepas dengan sendirinya saat mengetahui berita tersebut.
Kebanyakan orang di sekolah yang mengetahui berita Dino CS telah dimusnahkan berterimakasih dan berharap siapapun yang memberitahu pemilik yayasan tentang kedok Dino CS agar dia mendapat berkah dan pahala. Kevin ikut meng-amin-ni sambil tersenyum. Kalau dipikir-pikir, hebat juga yang berani melaporkan kepada pemilik yayasan secara langsung. Kevin yang dari taman kanak-kanak bersekolah di yayasan Angkasa saja tidak pernah sekalipun melihat pemilik yayasan yang terkenal bijaksana dan ramah tersebut.

Kevin celingukan mencari sosok yang tidak ditatapkan sekitar setengah bulan lamanya. Ada rasa rindu yang diam-diam menyelinap walau gengsi untuk diakui. Walaupun baru sekali bertemu, Kevin merasa seperti kecanduan melihat wajahnya, bibir merahnya, serta pita yang mengikat sebagian dari rambutnya, peluh di sekitar anak-anak rambutnya yang berkilauan ketika bertemu dengan sinar matahari, dan benda kecil yang menyumbat telinga mungilnya, warna kulitnya yang terlalu putih untuk seukuran orang Indonesia.
Kevin meyakini sesuatu, dia pasti les biola di Melody Angkasatempat les musik yang sengaja dibuat oleh yayasan Angkasa, dan bagi anak-anak yang bersekolah di yayasan Angkasa akan diberi potongan harga sebesar 25%. Jadi Kevin memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan tak tentu arah yang melewati Melody Angkasa yang terletak tidak cukup jauh dari halte bus. Kevin tidak dapat menahan rindunya lagi setelah setengah bulan.
Tiba-tiba saja langit mending dan angin berhembus kencang, rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. Satu titik.. dua titik.. lalu lama-lama menjadi banyak dan tak henti-hentinya menerpa aspal tandus di sekitar halte bus. Gemericik bunyi dari atap seng halte bus bertarung dengan gemuruh hujan yang semakin deras. Sementara Kevin mulai menyukai suasana ini, suasana tenang dan teduh yang dari dulu dia dambakan.
Dan secara tidak sengaja, matanya menangkap sosok yang sedari tadi dia cari. Sosok itu kebingungan mencari tempat untuk berteduh. Tubuhnya basah kuyup senyisakan sweater merah jambunya yang sudah berwarna merah jambu basah yang kuyu.
Kevin menikmati pemandangan itu, wajahnya agak pucat dan dia terlihat seperti agak kedinginan, sampai saat Kevin sadar dia harus menyelamatkan kesehatan wanita menawan itu.
“Sini.” Kata Kevin cepat menarik lengan langsing wanita yang rambutnya sudah basah oleh air hujan ke tempat yang lebih teduh di dekat tempat duduk Kevin. Air tumpah dari tubuhnya yang menjadi semacam gerimis kecil bagi Kevin yang tubuhnya masih kering.
Wanita itu tersenyum kikuk, seperti agak ketakutan. Benda kecil yang menempel pada telinga wanita itu yang Kevin lihat 2 minggu lalu tidak hilang, hanya buku catatan kecil yang tadinya di lehernya sudah tidak berada di tempatnya.
Kevin mengulurkan tangan ke hadapan wanita itu, “Kevin.”
Wanita itu menjabat tangan Kevin lembut, lalu tersenyum. Dan dengan cepat mengambil sesuatu dalam tasnya, kemudian menulis sesuatu di buku catatan kecil yang basah. “Syahwa”, lalu menunjukkannya kepada Kevin sambil tersenyum manis.
Kevin terlonjak melihat tingkah wanita di sampingnya, dan lebih kaget lagi ketika melihat nama wanita yang selama ini menjadi misteri di hatinya. Ternyata si greenie1 itu adalah wanita yang selama ini dia kagumi. Dan dia benar-benar bisu dan tuli. Perlahan, debar jantungnya mulai tak beraturan dan gugup. Kevin menjadi chicken2 seketika.
Kemudian Kevin menulis sesuatu di buku catatan kecil basah milik Syahwa, “Kamu cantik” sambil tersenyum. Kali ini senyumnya begitu tulus dan tidak ada rasa paksaan dalam hatinya. Kevin tidak kehilangan debar jantungnya yang tidak beraturan saat mengetahui Syahwa adalah seorang yang bisu dan tuli, malah semakin mengaguminya, apalagi ketika Kevin mengingat perkataan temannya yang berkata bahwa Syahwa mahir bermain biola. Bahkan, umurnya baru 14 tahun.
Syahwa tersenyum sangat manis namun malu-malu. Mungkin jika dia berkaca, dia akan menyadari betapa merah jambunya pipi bulat itu sekarang. Syahwa merasakan getaran itu. Getaran yang mengguncang jantungnya dan merasakan banyak kupu-kupu berterbangan dalam perutnya.
Baru kali ini dia sebahagia ini.
Hujan tiba-tiba berhenti dan langit cerah seketika, seperti mendung dalam hati Kevin dan Syahwa yang meredam dan tergantikan oleh awan-awan biru muda dan kicauan burung. Dada mereka berdesir mengalunkan nada yang sama. Nada itu tidak terdengar namun terlihat pada air muka mereka. Wajah kebahagiaan. Wajah malu-malu namun manis.
“Aku antar pulang ya?” kalimat dalam nada bicara Kevin seperti memohon, padahal Kevin tidak tahu bahwa tanpa memohon pun Syahwa akan membiarkan Kevin mengantarnya pulang.
Desau angin berhembus seakan ceria di telinga Kevin dan Syahwa, mengantar mereka sampai pada titik dimana mereka kembali terdiam malu-malu, tetapi mereka tahu, mereka sama-sama memendam perasaan yang sama.
***
created by. Fara Dwitya :)


Greenie1: pendatang baru
Chicken2: penakut/cemen

Source : http://dwityafara.blogspot.com/2013/09/sweater-merah-jambu.html