Halo guys! Im officially leave this blog and move to http://dhykacakra.blogspot.com for personal reason
My recent post will remain here but starting today i will write on my new blog, see you there!
Jumat, 01 September 2017
Rabu, 23 Agustus 2017
Payphone
“Payphone”
#Now Playing~ Payphone – Maroon 5
“Argh, kenapa sih telepon ini, pagi-pagi udah error aja” batinku sambil mengetuk-ngetuk gagang telepon umum di
sebelah kosanku. Mungkin orang lain yang melewati telepon umum ini akan mengira
aku orang yang sedang stress. Bagaimana tidak? Di pagi buta seperti ini ada
seorang pria dengan wajah kesal di sebuah telepon umum. Apalagi di era modern
seperti ini, dimana rata-rata makhluk pribumi sudah memiliki handphone, aku
masih saja berkutat dengan “telepon bayaran” ini.
“Alvian, jangan
diketuk-ketuk gitu handphone-nya, nanti orang dari PT nya bisa ngamuk-ngamuk
dan minta denda sama ibu.” Kata seseorang yang ternyata ibu kost-ku, dia
terlalu khawatir dengan barang-barang disekitar kost-nya. Padahal di sepanjang
jalan banyak sekali telepon umum yang sudah rusak tapi tidak diperdulikan.
“Oh, maaf,bu de!
Habis kelewat kesal. Susah banget Cuma mau nelpon
aja” kataku sambil tersenyum. Sampai
ketika lewat seorang gadis SMA yang sangat cantik. Rambut sebahu dan kulit yang
begitu putih sangat mempesona mataku. Tapi dilihat dari dandanannya, dia orang
elite.
“Alvian, cepat
mandi! Kamu gak mau sekolah?” teriakan Ibu Kost membuyarkan lamunanku.
“Oke bu de!”
kataku sambil cepat-cepat masuk ke kost, walaupun masih sangat ingin sekali
melihat wajahnya lebih lama.
*
“Pagi
anak-anak, sekarang kalian kedatangan satu teman baru” kata Ibu Guru yang
seketika itu langsung menarik perhatian kami. “Ayo masuk,nak”
Betapa
terkejutnya aku, dia adalah seseorang yang tadi aku liat di telepon umum,
seseorang yang langsung memikat hatiku saat pertama melihatnya.
“Nama saya
Alanda Sapnita” katanya sambil tersenyum, senyum yang sangat mempesona.
“Baiklah,
Alanda. Sekarang kamu pilih kursi mana saja yang kamu suka.”
“Disini aja,
Alanda!” spontan aku berteriak ke Ibu Guru sambil menunjuk kursi disebelahku.
Aku sendiri nggak sadar dengan apa yang aku katakan.
Alanda pun
tersenyum sambil kemudian pergi ke tempat duduk disebelahku, aku pun semakin
deg-degan.
“Hei, namaku
Alanda, nama kamu siapa?” katanya sambil mengulurkan tangan.
“A... Aku...
Aku Alvian, Alvian Arditama” kataku gugup.
“Hahaha, kamu
lucu ya, ganteng lagi” katanya sambil tersenyum.
“Duh seandainya gravitasi bumi itu ngga ada, bisa mental nih
aku ke atap” pikirku.
*
“Hei Alvian,
pulang bareng,yuk!”
“Eh? Sama aku?
Yakin nih?” jawabku gak percaya. “Kamu kan cantik, gak malu jalan sama aku?”
“Yakin lah.
Hahaha ngga juga kok, lagian kalaupun cantik, kamu kan ganteng, kan kita klop
jadinya hehehe” jawabnya sambil tertawa. “Ya udah yuk, jalaaan!” katanya
seperti anak kecil, imut sekali. Yang aku kaget adalah, disaat yang sama, dia
menggandeng tanganku.
*
“Makasih ya
anterin aku, aku ngga nyangka ternyata kost kita sebelahan, hehe” kataku sambil
tersipu. Wah ternyata kost nya sebelahan, apakah ini? Jodoh? Hahaha
“Aku kali yang
terima kasih sudah dianterin. Hehe iya ngga nyangka ya, berarti kita bisa berangkat
dan pulang bareng lagi dong” katanya sambil tersenyum. “Oh iya, aku mau bilang
sesuatu, tapi aku takut kamu marah”.
“Bilang apa?”
kataku penasaran.
“Nanti saja
deh, hahaha, see you tomorrow!” katanya sambil segera pergi ke kostnya
“See you”
jawabku
*
Aku masih saja
nggak bisa tidur, masih saja aku terbayang wajahnya, entah kenapa. Apa ini kah
perasaan yang sering dilambangkan dengan daun ketapang berwarna merah jambu?
Apakah ini perasaan yang dapat membuat segala sesuatu yang buruk menjadi
sesuatu yang indah ketika pelakunya bersama? Apakah ini cinta?
“Kamu kenapa, Alvian?
Malam-malam belum tidur?” kata seseorang yang ternyata ibu kost-ku.
“Ngga
apa-apa,bu de” kataku sambil tetap menatap langit-langit.
“Kamu lagi
jatuh cinta,ya?” kata ibu kost menggodaku
“Kok bu de bisa
tahu?” aku terperanjat kaget karenanya dan langsung terbangun ke posisi duduk.
“Gak tahu, asal
aja” Gubrak! “Tapi kalau misalnya
memang benar kamu jatuh cinta, katakanlah secepatnya. Dulu juga bu de hampir
saja tidak menikah dengan pak de kalau saja pak de telat sedikit saja melamar
bu de, soalnya seorang laki-laki sesaat setelah pak de melamar datang juga untuk
melamar bu de” ceritanya.
“Begitu ya bu
de” kataku sambil memikirkan dalam-dalam kata-katanya.
“Baiklah, kalau
sudah kamu cepat tidur, nanti kamu telat lagi sekolahnya” katanya sambil pergi
keluar pintu dan menutupnya.
“Cepat dikatakan ya” pikirku
sebelum tidur.
*
“Hai, Alvian”
sapa Alanda saat aku duduk disampingnya, dia tampak tidak bersemangat. Mungkin
ini karena aku akhirnya kesiangan dan lupa kalau saat itu aku harus berangkat
bersamanya.
“Hai, Alanda!
Duh, maaf. Aku kesiangan jadinya aku lupa kalau mau berangkat bareng” kataku sambil memasang tampang
menyesal.
“Gak apa-apa
kok hehehe” katanya sambil tersenyum.
“Bagus lah”
kataku.
Seketika hening
sesaat.
“Alvian...”
“Alanda...” kami sama-sama mengucapkan nama masing-masing.
Sesaat setelah
itu wajah kami sama-sama merah.
“Kamu dulu
aja...” kataku sambil tetap tidak melihatnya.
“Ngga, kamu
dulu aja...” balasnya.
“Aku mau
ngomong sama kamu, pulang nanti tapi, boleh?”
“Kenapa gak
sekarang aja?”
“Gak nyaman
kalau sekarang, ngga apa-apa ya?” kataku sambil tersenyum.
“Oke deh”
jawabnya.
*
“Akhirnya pulang juga, tapi lama sekali ya
Alanda, kok belum keluar-keluar” pikirku. Aku sudah mantap akan mengatakan
perasaanku padanya hari ini. Setangkai mawar merah dan sekotak coklat sudah aku
siapkan untuk menemaniku.
“Duh, lama banget,sih! Aku susul saja lah!” pikirku lagi dan segera masuk ke dalam sekolah lagi. Tapi
tiba-tiba aku melihat pemandangan yang cukup membuat hatiku panas. Alanda
sedang bersama seseorang, yang ternyata Aldo, ketua kelasku. Aldo adalah seorang
pria kaya dengan wajah tampan. Tidak salah jika banyak sekali cewek yang suka
padanya. Saat itu, diapun membawa sebucket mawar merah beserta coklat yang aku
ketahui, lebih mahal dari yang kubawa.
“Alanda, maukah
kau menjadi pacarku?” kata Aldo. Seketika hatiku panas.
“Hem,
sebenarnya...” kata Alanda sambil memandang sekitar, aku tahu, pasti dia ingin
memastikan aku tidak ada disana. Aku pun langsung mendekatinya.
“Terima saja!
Aldo kan ganteng dan kaya, rugi loh!” teriakku. Yang membuat Aldo dan Alanda
kaget. Kemudian aku pergi meninggalkan tempat itu.
*
Alam seolah
bersekongkol mengejek diriku, sesaat setelah aku berteriak kepada mereka, hujan
pun turun, bahkan sangat deras. Tapi tetap saja, aku tidak memperdulikannya,
aku sudah cukup terpukul dengan kejadian tadi. Sampai tak kusadari aku sudah
berada di depan telepon umum yang biasa aku singgahi. Didepan telepon umum itu
aku menghadap kelangit.
“KENAPA AKU
SELALU MENJADI ORANG YANG TERSAKITI KARENA CINTA?” teriakku tanpa mempedulikan
sekitarku.
Kemudian sesaat
setelah itu, aku mendengar suara orang memanggilku. “Alvian?”
“Alanda?” aku
mengenali sosok itu, itu Alanda. “Apa yang kamu lakukan?” aku melihat dia basah
kuyup dan ngos-ngosan.
“Aku ingin kamu
dengar, tadi aku bilang sama Aldo, aku tidak bisa menerimanya menjadi pacarku”
katanya.
“Lalu, apa
hubungannya denganku?” kataku dengan nada seperti orang yang benar-benar kesal.
“Karena ada
yang lebih aku inginkan jadi pacarku, orang yang selalu menemaniku akhir-akhir
ini. Kamu Alvian” jawabnya sambil tersenyum. Ada air mata yang keluar dari
matanya, air mata yang bahkan hujan pun tak sanggup menyembunyikannya.
“Benarkah itu
Alanda?” tanyaku.
“Kapan aku
pernah bohong sama kamu?” jawab Alanda.
Aku pun
tersenyum dan langsung lari memeluknya. Pelukan yang aku harap menjadi
penghangat untuknya, dan juga sebagai tanda aku tak ingin melepaskannya.
“Maafkan aku
Alanda, aku ingin kamu tahu, aku mencintaimu” kataku. Dan kucium keningnya yang
basah karena hujan.
“Aku
mencintaimu juga Alvian” katanya sambil memelukku lebih erat.
Kami berdua
berpelukan begitu lama, sampai hujan pun tak dapat memisahkan kami. Mulai saat
ini dan seterusnya, aku tak akan pernah melukainya. Didepan telepon umum ini,
aku pertama melihatnya, dan didepan telepon umum ini juga, aku berjanji akan
terus mencintainya.
Langganan:
Postingan (Atom)