Jumat, 01 September 2017

Moving Out

Halo guys! Im officially leave this blog and move to http://dhykacakra.blogspot.com for personal reason

My recent post will remain here but starting today i will write on my new blog, see you there!

Rabu, 23 Agustus 2017

Payphone

“Payphone”

#Now Playing~ Payphone – Maroon 5

“Argh, kenapa sih telepon ini, pagi-pagi udah error aja” batinku sambil mengetuk-ngetuk gagang telepon umum di sebelah kosanku. Mungkin orang lain yang melewati telepon umum ini akan mengira aku orang yang sedang stress. Bagaimana tidak? Di pagi buta seperti ini ada seorang pria dengan wajah kesal di sebuah telepon umum. Apalagi di era modern seperti ini, dimana rata-rata makhluk pribumi sudah memiliki handphone, aku masih saja berkutat dengan “telepon bayaran” ini.
“Alvian, jangan diketuk-ketuk gitu handphone-nya, nanti orang dari PT nya bisa ngamuk-ngamuk dan minta denda sama ibu.” Kata seseorang yang ternyata ibu kost-ku, dia terlalu khawatir dengan barang-barang disekitar kost-nya. Padahal di sepanjang jalan banyak sekali telepon umum yang sudah rusak tapi tidak diperdulikan.
“Oh, maaf,bu de! Habis kelewat kesal. Susah banget Cuma mau nelpon  aja” kataku sambil tersenyum. Sampai ketika lewat seorang gadis SMA yang sangat cantik. Rambut sebahu dan kulit yang begitu putih sangat mempesona mataku. Tapi dilihat dari dandanannya, dia orang elite.
“Alvian, cepat mandi! Kamu gak mau sekolah?” teriakan Ibu Kost membuyarkan lamunanku.
“Oke bu de!” kataku sambil cepat-cepat masuk ke kost, walaupun masih sangat ingin sekali melihat wajahnya lebih lama.
*
“Pagi anak-anak, sekarang kalian kedatangan satu teman baru” kata Ibu Guru yang seketika itu langsung menarik perhatian kami. “Ayo masuk,nak”
Betapa terkejutnya aku, dia adalah seseorang yang tadi aku liat di telepon umum, seseorang yang langsung memikat hatiku saat pertama melihatnya.
“Nama saya Alanda Sapnita” katanya sambil tersenyum, senyum yang sangat mempesona.
“Baiklah, Alanda. Sekarang kamu pilih kursi mana saja yang kamu suka.”
“Disini aja, Alanda!” spontan aku berteriak ke Ibu Guru sambil menunjuk kursi disebelahku. Aku sendiri nggak sadar dengan apa yang aku katakan.
Alanda pun tersenyum sambil kemudian pergi ke tempat duduk disebelahku, aku pun semakin deg-degan.
“Hei, namaku Alanda, nama kamu siapa?” katanya sambil mengulurkan tangan.
“A... Aku... Aku Alvian, Alvian Arditama” kataku gugup.
“Hahaha, kamu lucu ya, ganteng lagi” katanya sambil tersenyum.
“Duh seandainya gravitasi bumi itu ngga ada, bisa mental nih aku ke atap” pikirku.
*
“Hei Alvian, pulang bareng,yuk!”
“Eh? Sama aku? Yakin nih?” jawabku gak percaya. “Kamu kan cantik, gak malu jalan sama aku?”
“Yakin lah. Hahaha ngga juga kok, lagian kalaupun cantik, kamu kan ganteng, kan kita klop jadinya hehehe” jawabnya sambil tertawa. “Ya udah yuk, jalaaan!” katanya seperti anak kecil, imut sekali. Yang aku kaget adalah, disaat yang sama, dia menggandeng tanganku.
*
“Makasih ya anterin aku, aku ngga nyangka ternyata kost kita sebelahan, hehe” kataku sambil tersipu. Wah ternyata kost nya sebelahan, apakah ini? Jodoh? Hahaha
“Aku kali yang terima kasih sudah dianterin. Hehe iya ngga nyangka ya, berarti kita bisa berangkat dan pulang bareng lagi dong” katanya sambil tersenyum. “Oh iya, aku mau bilang sesuatu, tapi aku takut kamu marah”.
“Bilang apa?” kataku penasaran.
“Nanti saja deh, hahaha, see you tomorrow!” katanya sambil segera pergi ke kostnya
“See you” jawabku
*
Aku masih saja nggak bisa tidur, masih saja aku terbayang wajahnya, entah kenapa. Apa ini kah perasaan yang sering dilambangkan dengan daun ketapang berwarna merah jambu? Apakah ini perasaan yang dapat membuat segala sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang indah ketika pelakunya bersama? Apakah ini cinta?
“Kamu kenapa, Alvian? Malam-malam belum tidur?” kata seseorang yang ternyata ibu kost-ku.
“Ngga apa-apa,bu de” kataku sambil tetap menatap langit-langit.
“Kamu lagi jatuh cinta,ya?” kata ibu kost menggodaku
“Kok bu de bisa tahu?” aku terperanjat kaget karenanya dan langsung terbangun ke posisi duduk.
“Gak tahu, asal aja” Gubrak! “Tapi kalau misalnya memang benar kamu jatuh cinta, katakanlah secepatnya. Dulu juga bu de hampir saja tidak menikah dengan pak de kalau saja pak de telat sedikit saja melamar bu de, soalnya seorang laki-laki sesaat setelah pak de melamar datang juga untuk melamar bu de” ceritanya.
“Begitu ya bu de” kataku sambil memikirkan dalam-dalam kata-katanya.
“Baiklah, kalau sudah kamu cepat tidur, nanti kamu telat lagi sekolahnya” katanya sambil pergi keluar pintu dan menutupnya.
“Cepat dikatakan ya” pikirku sebelum tidur.
*
“Hai, Alvian” sapa Alanda saat aku duduk disampingnya, dia tampak tidak bersemangat. Mungkin ini karena aku akhirnya kesiangan dan lupa kalau saat itu aku harus berangkat bersamanya.
“Hai, Alanda! Duh, maaf. Aku kesiangan jadinya aku lupa kalau mau berangkat bareng” kataku sambil memasang tampang menyesal.
“Gak apa-apa kok hehehe” katanya sambil tersenyum.
“Bagus lah” kataku.
Seketika hening sesaat.
“Alvian...” “Alanda...” kami sama-sama mengucapkan nama masing-masing.
Sesaat setelah itu wajah kami sama-sama merah.
“Kamu dulu aja...” kataku sambil tetap tidak melihatnya.
“Ngga, kamu dulu aja...” balasnya.
“Aku mau ngomong sama kamu, pulang nanti tapi, boleh?”
“Kenapa gak sekarang aja?”
“Gak nyaman kalau sekarang, ngga apa-apa ya?” kataku sambil tersenyum.
“Oke deh” jawabnya.
*
Akhirnya pulang juga, tapi lama sekali ya Alanda, kok belum keluar-keluar” pikirku. Aku sudah mantap akan mengatakan perasaanku padanya hari ini. Setangkai mawar merah dan sekotak coklat sudah aku siapkan untuk menemaniku.
“Duh, lama banget,sih! Aku susul saja lah!” pikirku lagi dan segera masuk ke dalam sekolah lagi. Tapi tiba-tiba aku melihat pemandangan yang cukup membuat hatiku panas. Alanda sedang bersama seseorang, yang ternyata Aldo, ketua kelasku. Aldo adalah seorang pria kaya dengan wajah tampan. Tidak salah jika banyak sekali cewek yang suka padanya. Saat itu, diapun membawa sebucket mawar merah beserta coklat yang aku ketahui, lebih mahal dari yang kubawa.
“Alanda, maukah kau menjadi pacarku?” kata Aldo. Seketika hatiku panas.
“Hem, sebenarnya...” kata Alanda sambil memandang sekitar, aku tahu, pasti dia ingin memastikan aku tidak ada disana. Aku pun langsung mendekatinya.
“Terima saja! Aldo kan ganteng dan kaya, rugi loh!” teriakku. Yang membuat Aldo dan Alanda kaget. Kemudian aku pergi meninggalkan tempat itu.
*
Alam seolah bersekongkol mengejek diriku, sesaat setelah aku berteriak kepada mereka, hujan pun turun, bahkan sangat deras. Tapi tetap saja, aku tidak memperdulikannya, aku sudah cukup terpukul dengan kejadian tadi. Sampai tak kusadari aku sudah berada di depan telepon umum yang biasa aku singgahi. Didepan telepon umum itu aku menghadap kelangit.
“KENAPA AKU SELALU MENJADI ORANG YANG TERSAKITI KARENA CINTA?” teriakku tanpa mempedulikan sekitarku.
Kemudian sesaat setelah itu, aku mendengar suara orang memanggilku. “Alvian?”
“Alanda?” aku mengenali sosok itu, itu Alanda. “Apa yang kamu lakukan?” aku melihat dia basah kuyup dan ngos-ngosan.
“Aku ingin kamu dengar, tadi aku bilang sama Aldo, aku tidak bisa menerimanya menjadi pacarku” katanya.
“Lalu, apa hubungannya denganku?” kataku dengan nada seperti orang yang benar-benar kesal.
“Karena ada yang lebih aku inginkan jadi pacarku, orang yang selalu menemaniku akhir-akhir ini. Kamu Alvian” jawabnya sambil tersenyum. Ada air mata yang keluar dari matanya, air mata yang bahkan hujan pun tak sanggup menyembunyikannya.
“Benarkah itu Alanda?” tanyaku.
“Kapan aku pernah bohong sama kamu?” jawab Alanda.
Aku pun tersenyum dan langsung lari memeluknya. Pelukan yang aku harap menjadi penghangat untuknya, dan juga sebagai tanda aku tak ingin melepaskannya.
“Maafkan aku Alanda, aku ingin kamu tahu, aku mencintaimu” kataku. Dan kucium keningnya yang basah karena hujan.
“Aku mencintaimu juga Alvian” katanya sambil memelukku lebih erat.
Kami berdua berpelukan begitu lama, sampai hujan pun tak dapat memisahkan kami. Mulai saat ini dan seterusnya, aku tak akan pernah melukainya. Didepan telepon umum ini, aku pertama melihatnya, dan didepan telepon umum ini juga, aku berjanji akan terus mencintainya.

Senin, 29 Agustus 2016

Kenangan

Suasana sekolah tidak seperti biasanya, sekolah sangat ramai dan dihiasi dengan berbagai macam pernak-pernik bertuliskan “Selamat Hari Sumpah Pemuda”.
“Ah, pasti acara OSIS, sepertinya nggak belajar lagi nih hari ini” pikir Kevin sambil melengos dan pergi kearah kelasnya. Sambil berjalan Kevin sekali-sekali memperhatikan anggota Paskibra sekolah yang sedang berlatih untuk persiapan upacara pagi itu. Matanya sibuk mengeksplorasi lapangan hingga sampai pada wajah seseorang yang dia kenal sedang berlari kearahnya.
Dan orang itu adalah orang yang sudah membuatnya sakit hati, orang yang sudah menggoreskan luka dihatinya. Clara.
“Hai, Kevin! Sendiri aja,nih” katanya ramah, tapi Kevin hanya mengganggap itu sebagai modus dia ingin mendekatinya. Kevin hanya cuek.
“Hm, sepertinya kamu masih marah ya” katanya dengan tampang sedih. Seperti sedang mengharapkan Kevin untuk berbicara padanya. Dan sepertinya, dia berhasil.
“5 menit” kata Kevin singkat sambil berhenti berjalan dan menghadap kearahnya. Dan terlihat senyum mekar diwajah Clara.
“Aku cuma mau minta maaf, soal perilaku ku sama kamu. Aku sangat menyesal sudah mengatakan itu, aku hanya ingin memulai semua dari awal”
Setelah semua yang dia lakukan? Setelah dia menusuk hati Kevin dengan kata-katanya itu? Setelah dia mengakui didepan semua orang kalau Kevin bukan siapa-siapa? You must be kidding.
Kevin hanya pasang tampang cuek. Sampai akhirnya dia mengeluarkan tatapan sedih itu lagi. Mungkin, ini salah satu kelemahan Kevin, dia terlalu lemah dengan tatapan sedih seorang wanita.
“Terserah lah” jawabnya sambil melanjutkan berjalan.
“Aku tunggu di cafe biasa ya?” teriak Clara sambil melambaikan tangan.
***
Kevin dan Clara terhanyut dalam pembicaraan mereka. Sehingga tanpa mereka sadari, seseorang sedang mengintip mereka dari jauh dan mendengar jelas percakapan mereka. Seketika lutut orang itu lemas dan terduduk sambil menutup wajahnya dengan lutut. Orang itu ingin bangkit, tapi tas biru mudanya yang sangat berat serta pemandangan yang sangat tidak ingin disaksikannya seolah menjadi beban tersendiri untuknya.
“Aku harus mengikuti Kevin” pikirnya.
***
“Akhirnya sampai juga” pikir Kevin sambil segera masuk kedalam cafe, mencari-cari sosok yang menyuruhnya datang kemari. Benar, menyuruh. Karena sejujurnya dia tidak mau lagi menemuinya.
“Hey, kukira kamu gak bakal datang kemari” kata Clara.
Tadinya memang begitu.
“Aku udah pesenin minuman kesukaanmu, cappucino ice with bubble
Kevin tidak pernah bisa menolak minuman ini sekeras apapun aku mencoba. Dia benar-benar di skakmat.
“So, gimana keluargamu? Sehat semua kan?” tanyanya kepada Kevin yang masih sibuk menyeruput minumannya.
“Sehat-sehat aja, keluargamu gimana?”
“Alhamdulillah. Semuanya baik-baik saja” balasnya sambil tersenyum. “Kevin, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan, tentang kita” katanya serius.
“Ada apa?” kata Kevin setelah berhenti meminum minumannya.
“Apa kamu masih ingat? Dulu kalau kita lagi berantem kita selalu lari kesini, dan anehnya kita juga selalu ketemu disini” kata Clara sambil melihat sekitar seolah membayangkan hal itu benar-benar terjadi. “Tapi, semua itu hanya kenangan” seulas senyum kemudian mekar diwajahnya.
“Maksud kamu? Aku tidak mengerti”
“Aku ingin, kita kembali kayak dulu lagi,vin. Pulang bareng, nonton bareng, makan bareng. Menghabiskan waktu bersama seperti dulu lagi”
Kevin hanya terdiam. Dia terlalu terlelap dengan pikirannya sendiri dengan perkataan Clara saat itu. Sampai tidak menyadari, ada sebuah kamera yang mengabadikan setiap detik itu
***
“Please, Kevin” kata Clara sambil memegang tangan Kevin.
Ckrek. Sekejap kemudian sebuah kamera polaroid yang digantung dileher sukses mengabadikan saat itu. Kamera itu tidak dapat disadari oleh Kevin dan Clara karena posisinya yang tertutup oleh tas biru muda. Tas biru muda milik Syahwa.
Syahwa yang sedari masuk sekolah sudah membuntuti mereka berdua dengan kesal. Kekesalannya bertambah karena Kevin tidak mengakui kalau dia ingin menemui Clara. Tiap kali Syahwa bertanya kepadanya dia mau pergi kemana, pasti Kevin hanya menjawab “mau ke rumah teman”.
“Maaf, Clara. Aku tidak bisa menerima kamu lagi” jawab Kevin.
Seketika itu Syahwa menurunkan kameranya dan ikut penasaran dengan apa yang akan Kevin katakan.
“Aku sudah jatuh cinta dengan orang lain” lanjutnya.
Syahwa kemudian terdiam. Tak lama kemudian keluar air mata dari ujung matanya.
Kevin sudah jatuh cinta dengan orang lain? Lantas apa maksud perlakuan padaku kemarin? Apa itu hanya omong kosong semata?
Syahwa segera keluar dari cafe itu. Hanya secangkir coklat panas yang kini tinggal setengah serta uang diatas bill yang ada diatas mejanya. Tanpa ingin memikirkan apapun lagi ia pergi keluar dan mencari angkutan umum untuk pulang kerumahnya. Hatinya terlanjur retak oleh orang yang dia sayangi.
***
“Siapa Kevin?” tanya Clara heran.
“Aku tidak bisa bersamamu denganmu lagi. Aku sudah mencintai orang lain, dia Syahwa” jelas Kevin padanya.
“What? Anak yang tidak bisa bicara itu?”
Plak. Sebuah tamparan mendarat sukses di pipi Clara.
“Sekali lagi kamu bicara seperti itu tentang Syahwa didepanku, aku tidak akan segan-segan menamparmu lagi” emosi pun mengambil alih dirinya. “Dia mungkin tidak secantik dirimu, tidak sekaya dirimu,dan tidak sesempurna dirimu. Tapi satu yang membuatku memilihnya, dia tulus mencintaiku” jawabnya sambil kemudian keluar dari cafe itu dan melewati meja dengan sebuah coklat panas, dia terdiam sejenak di meja itu, setelah akhirnya kembali beranjak pergi.
***
Tamparan barusan benar-benar memberi kesan dalam untuk Clara. Baik diwajahnya, maupun dihatinya. Dia merasa sudah diinjak-injak harga dirinya oleh orang yang tidak sebanding dengan dirinya. Orang yang tidak bisa berbicara normal dengannya.
Dan Kevin? Entah setan apa yang merasuki pikirannya hingga dia “membuang” Clara, yang jelas-jelas adalah cewek terpopuler disekolahan.
“Aku harus merebut Kevin kembali, entah dengan cara apapun”
***
Pertemuannya dengan Clara ini sangat ia sesali. Dia merasa sangat salah sudah membohongi Syahwa, dan dia juga merasa marah karena “kenangan” masa lalunya datang untuk merusak hubungannya.
Setelah membawa motornya selama beberapa menit sampailah dia didepan rumah Syahwa. Dia kemudian menekan bel. Tapi yang keluar adalah bibi Woro yang kemudian memberikan pesan yang tidak mengenakkan untuknya.
“Maaf, nak Kevin. Non Sasa sepertinya sedang tidak ingin diganggu, soalnya tadi bibi lihat dia pulang sambil menangis” kata bibi Woro dengan wajah khawatir.
“Oh begitu ya, bi. Baiklah, titip salam aja buat dia,bi” jawab Kevin seraya meninggalkan rumah Syahwa sambil melepas senyum kepada bibi Woro tanda pamit.
Sebuah pertanyaan timbul di benak Kevin. Apa yang sebenarnya terjadi?.
***
“Kevin jahat!” teriak Syahwa dalam hatinya, seolah ingin memarahi Kevin, dan dirinya sendiri. Hatinya benar-benar sudah kacau. Disatu sisi, dia senang Kevin tidak kembali kepada Clara. Tapi disisi lain, dia hancur karena dia merasa semua perlakuan Kevin selama ini hanya omong kosong.
Dia kemudian memandang kembali foto-foto yang diambilnya tadi. Entah kenapa, dia merasa seolah tidak bisa marah dengan lelaki itu. Betapapun hatinya menolak untuk memaafkannya.
Kemudian beberapa saat setelah itu, pesan singkat muncul di ponsel Syahwa. “Pasti dari Kevin” pikirnya. Dia memang berharap Kevin mengiriminya sms kalau dia minta maaf atas kebohongannya siang ini. Tapi Syahwa terkejut ternyata bukan Kevin, tapi Ayahnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi isi pesannya.
From : Ayah
Maaf, kami dari rumah sakit Urip Sumoharjo. Apakah betul anda anaknya? Kami ingin memberitahukan kalau Ayah anda mengalami kecelakaan. Tolong segera kerumah sakit.
“Ayah kecelakaan?” teriaknya dalam hati.

Saat itu juga Syahwa langsung mengganti pakaiannya dan segera menelpon taksi untuk pergi kesana. Dia sangat takut. Dia tidak mau kehilangan orang tuanya, lagi.

Senin, 11 November 2013

Untukmu putri kecilku.



Untukmu, putri kecilku

Kamu yang selalu tersenyum menghadapi tingkah konyolku. Aku pun bingung sendiri ketika kau tetap tersenyum ketika kau melihat tingkahku yang seperti anak-anak. Saat itu kau hanya tersenyum dan menatap mataku seraya berkata, “kakak lucu,ya”.
Aku masih ingat dulu pernah memberimu sebuah buku pelajaran dengan harapan kamu menjadi seseorang yang berprestasi, dan ternyata berhasil. Kamu sekarang menjadi lebih hebat dibanding aku pertama mengenalmu. Dan tanpa sadari, aku membangun perasaan spesial dihatiku.
Aku dulu pernah melupakan perasaan ini, aku pernah hanya menganggapnya angin lalu. Aku pun biasa saja ketika melihatmu dengan pacarmu. Tapi lama kelamaan, aku merasa ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Perasaan yang dulu kubangun akhirnya melahirkan perasaan baru yang selalu kuanggap pengganggu, perasaan yang selalu ingin kuhindari karena sudah terlalu lelah sakit karenanya. Cemburu.
Kukira dengan tidak mengontakmu sama sekali, aku bisa menghilangkan perasaan yang menumpuk dihatiku, meruntuhkan perasaan yang dua tahun lalu sudah kubangun. Tapi sia-sia, perasaan itu tetap saja hinggap disudut hatiku, bahkan ketika aku memiliki pacar baru. Rasa itu tidak pernah berubah. Aku tetap sayang kamu.
Aku sangat iri dengannya. Aku iri karena dia benar-benar membuatmu menutup hatimu. Benar-benar membuatmu tidak bisa melupakan dirinya. Sakit rasanya, ketika aku dengan tololnya memberikan kode-kode untuk kau terjemahkan. Tapi yang kudapat hanyalah kata-kata tentang memorimu bersamanya.
Hingga saat itu, aku beranikan diri untuk mengatakan perasaanku padamu. Bahkan didepan teman-temanmu. Aku masih ingat sekali wajahmu ketika kau akhirnya menerimaku untuk mengisi hatimu. Tapi, aku melihatnya. Matamu, mata itu, menggambarkan keraguan yang benar-benar menusuk hatiku.
Aku berjanji, aku tidak akan mengecewakanmu. Tapi yang aku lakukan hanya mengecewakanmu. Aku selalu berharap dapat menjadi pengganti dirinya. Tapi ternyata kenangannya masih kau simpan disudut hatimu.
Memang bodoh untuk menyuruhmu melupakan kenangan indahmu bersamanya, semudah aku melupakan kenangan indahku bersama kekasihku dulu. Tapi tak bisa kupungkiri, aku sangat membenci orang itu.
Aku mulai bertanya, apakah aku, orang yang baru masuk dalam hatimu, pantas untuk menempati bagian hatimu. Yang didalamnya sudah melekat erat kenanganmu bersamanya.
Aku benci ini, aku cemburu,aku sedih. Dan yang paling penting, aku ingin kau tahu, aku tak ingin kehilanganmu.

Dari seorang yang berharap menjadi penghapus airmatamu

Thanks ya hujan.



Hai hujan,
kenapa kau selalu datang disaat seperti ini
Saat aku sedang sedih
karena aku tak mampu menghapus lukanya

Hai hujan
kenapa aku harus bertemu dengan mu
Saat aku sedang sedih
karena aku tahu aku ternyata tidak sepadan dengan kenangannya

Hai hujan
kenapa kau selalu menemani hari-hariku
Saat aku sedang sedih
karena aku melihat keraguan setiap dia mengucapkan “I love you”

Hai hujan, aku tahu, mungkin saat ini kau sedang menambah air mataku.
Tapi aku senang, kau membantuku menyembunyikannya hal yang dapat membuatku merasa orang paling rapuh didunia.
Dan aku senang, kau menyembunyikannya dari orang yang kusayang

Seharusnya itu aku...


Seharusnya itu aku,
Aku yang menemanimu diujung sedihmu
Aku yang mengisi kekosongan hatimu
Menghapus segala air matamu
Tapi aku sadar, itu bukan aku

Seharusnya itu aku,
Yang berkali-kali menggoreskan luka dihatimu
Namun kau tetap sabar sambil tersenyum
Dan mengatakan, “aku sayang kamu”
Tapi ternyata, itu bukan aku

Seharusnya itu aku,
Yang ada dibayangan matamu ketika aku mengatakan “aku mencintaimu”
Dan kau menjawabnya dengan penuh keraguan
Aku mencoba melihat kedalam bayangan yang ada dimatamu
Dan sedihnya, itu bukan aku

Seharusnya itu aku,
Yang selalu kau bicarakan dalam setiap obrolanmu dengan rekanmu
Yang selalu kau banggakan ketika kau bersama temanmu
Tapi setiap kali kau mengobrol denganku
Aku menyadari, itu bukan aku

Itu bukan aku,
Yang selalu menjadi bahan inspirasimu
Yang selalu membuatmu bersemangat menjalani hari
Yang menjadi pasanganmu yang merangkai kata-kata di novel kehidupan ini
Yang menjadi penghapus segala kegalauanmu tentang dirinya
Yang menjadi penyebabmu bersedih maupun senang
Harusnya, itu aku...

Rabu, 23 Oktober 2013

Poem - Im Happy For You



Im happy for you
For your smile
Even it break my heart
Even it is pain for me

Im happy for you
For your laugh
Even it not because me
Even it not for me

Im happy for you
For your time together with me
Even it will be disappear
Even it your time is for his now

Im happy for you
I haven’t any reason to forget our memories
Even we will not make a memories again
Because you will make ones with another person

Im happy for you
Because i love you