Halo guys! Im officially leave this blog and move to http://dhykacakra.blogspot.com for personal reason
My recent post will remain here but starting today i will write on my new blog, see you there!
Dyka Cakra
Fight to make a dreams come true
Jumat, 01 September 2017
Rabu, 23 Agustus 2017
Payphone
“Payphone”
#Now Playing~ Payphone – Maroon 5
“Argh, kenapa sih telepon ini, pagi-pagi udah error aja” batinku sambil mengetuk-ngetuk gagang telepon umum di
sebelah kosanku. Mungkin orang lain yang melewati telepon umum ini akan mengira
aku orang yang sedang stress. Bagaimana tidak? Di pagi buta seperti ini ada
seorang pria dengan wajah kesal di sebuah telepon umum. Apalagi di era modern
seperti ini, dimana rata-rata makhluk pribumi sudah memiliki handphone, aku
masih saja berkutat dengan “telepon bayaran” ini.
“Alvian, jangan
diketuk-ketuk gitu handphone-nya, nanti orang dari PT nya bisa ngamuk-ngamuk
dan minta denda sama ibu.” Kata seseorang yang ternyata ibu kost-ku, dia
terlalu khawatir dengan barang-barang disekitar kost-nya. Padahal di sepanjang
jalan banyak sekali telepon umum yang sudah rusak tapi tidak diperdulikan.
“Oh, maaf,bu de!
Habis kelewat kesal. Susah banget Cuma mau nelpon
aja” kataku sambil tersenyum. Sampai
ketika lewat seorang gadis SMA yang sangat cantik. Rambut sebahu dan kulit yang
begitu putih sangat mempesona mataku. Tapi dilihat dari dandanannya, dia orang
elite.
“Alvian, cepat
mandi! Kamu gak mau sekolah?” teriakan Ibu Kost membuyarkan lamunanku.
“Oke bu de!”
kataku sambil cepat-cepat masuk ke kost, walaupun masih sangat ingin sekali
melihat wajahnya lebih lama.
*
“Pagi
anak-anak, sekarang kalian kedatangan satu teman baru” kata Ibu Guru yang
seketika itu langsung menarik perhatian kami. “Ayo masuk,nak”
Betapa
terkejutnya aku, dia adalah seseorang yang tadi aku liat di telepon umum,
seseorang yang langsung memikat hatiku saat pertama melihatnya.
“Nama saya
Alanda Sapnita” katanya sambil tersenyum, senyum yang sangat mempesona.
“Baiklah,
Alanda. Sekarang kamu pilih kursi mana saja yang kamu suka.”
“Disini aja,
Alanda!” spontan aku berteriak ke Ibu Guru sambil menunjuk kursi disebelahku.
Aku sendiri nggak sadar dengan apa yang aku katakan.
Alanda pun
tersenyum sambil kemudian pergi ke tempat duduk disebelahku, aku pun semakin
deg-degan.
“Hei, namaku
Alanda, nama kamu siapa?” katanya sambil mengulurkan tangan.
“A... Aku...
Aku Alvian, Alvian Arditama” kataku gugup.
“Hahaha, kamu
lucu ya, ganteng lagi” katanya sambil tersenyum.
“Duh seandainya gravitasi bumi itu ngga ada, bisa mental nih
aku ke atap” pikirku.
*
“Hei Alvian,
pulang bareng,yuk!”
“Eh? Sama aku?
Yakin nih?” jawabku gak percaya. “Kamu kan cantik, gak malu jalan sama aku?”
“Yakin lah.
Hahaha ngga juga kok, lagian kalaupun cantik, kamu kan ganteng, kan kita klop
jadinya hehehe” jawabnya sambil tertawa. “Ya udah yuk, jalaaan!” katanya
seperti anak kecil, imut sekali. Yang aku kaget adalah, disaat yang sama, dia
menggandeng tanganku.
*
“Makasih ya
anterin aku, aku ngga nyangka ternyata kost kita sebelahan, hehe” kataku sambil
tersipu. Wah ternyata kost nya sebelahan, apakah ini? Jodoh? Hahaha
“Aku kali yang
terima kasih sudah dianterin. Hehe iya ngga nyangka ya, berarti kita bisa berangkat
dan pulang bareng lagi dong” katanya sambil tersenyum. “Oh iya, aku mau bilang
sesuatu, tapi aku takut kamu marah”.
“Bilang apa?”
kataku penasaran.
“Nanti saja
deh, hahaha, see you tomorrow!” katanya sambil segera pergi ke kostnya
“See you”
jawabku
*
Aku masih saja
nggak bisa tidur, masih saja aku terbayang wajahnya, entah kenapa. Apa ini kah
perasaan yang sering dilambangkan dengan daun ketapang berwarna merah jambu?
Apakah ini perasaan yang dapat membuat segala sesuatu yang buruk menjadi
sesuatu yang indah ketika pelakunya bersama? Apakah ini cinta?
“Kamu kenapa, Alvian?
Malam-malam belum tidur?” kata seseorang yang ternyata ibu kost-ku.
“Ngga
apa-apa,bu de” kataku sambil tetap menatap langit-langit.
“Kamu lagi
jatuh cinta,ya?” kata ibu kost menggodaku
“Kok bu de bisa
tahu?” aku terperanjat kaget karenanya dan langsung terbangun ke posisi duduk.
“Gak tahu, asal
aja” Gubrak! “Tapi kalau misalnya
memang benar kamu jatuh cinta, katakanlah secepatnya. Dulu juga bu de hampir
saja tidak menikah dengan pak de kalau saja pak de telat sedikit saja melamar
bu de, soalnya seorang laki-laki sesaat setelah pak de melamar datang juga untuk
melamar bu de” ceritanya.
“Begitu ya bu
de” kataku sambil memikirkan dalam-dalam kata-katanya.
“Baiklah, kalau
sudah kamu cepat tidur, nanti kamu telat lagi sekolahnya” katanya sambil pergi
keluar pintu dan menutupnya.
“Cepat dikatakan ya” pikirku
sebelum tidur.
*
“Hai, Alvian”
sapa Alanda saat aku duduk disampingnya, dia tampak tidak bersemangat. Mungkin
ini karena aku akhirnya kesiangan dan lupa kalau saat itu aku harus berangkat
bersamanya.
“Hai, Alanda!
Duh, maaf. Aku kesiangan jadinya aku lupa kalau mau berangkat bareng” kataku sambil memasang tampang
menyesal.
“Gak apa-apa
kok hehehe” katanya sambil tersenyum.
“Bagus lah”
kataku.
Seketika hening
sesaat.
“Alvian...”
“Alanda...” kami sama-sama mengucapkan nama masing-masing.
Sesaat setelah
itu wajah kami sama-sama merah.
“Kamu dulu
aja...” kataku sambil tetap tidak melihatnya.
“Ngga, kamu
dulu aja...” balasnya.
“Aku mau
ngomong sama kamu, pulang nanti tapi, boleh?”
“Kenapa gak
sekarang aja?”
“Gak nyaman
kalau sekarang, ngga apa-apa ya?” kataku sambil tersenyum.
“Oke deh”
jawabnya.
*
“Akhirnya pulang juga, tapi lama sekali ya
Alanda, kok belum keluar-keluar” pikirku. Aku sudah mantap akan mengatakan
perasaanku padanya hari ini. Setangkai mawar merah dan sekotak coklat sudah aku
siapkan untuk menemaniku.
“Duh, lama banget,sih! Aku susul saja lah!” pikirku lagi dan segera masuk ke dalam sekolah lagi. Tapi
tiba-tiba aku melihat pemandangan yang cukup membuat hatiku panas. Alanda
sedang bersama seseorang, yang ternyata Aldo, ketua kelasku. Aldo adalah seorang
pria kaya dengan wajah tampan. Tidak salah jika banyak sekali cewek yang suka
padanya. Saat itu, diapun membawa sebucket mawar merah beserta coklat yang aku
ketahui, lebih mahal dari yang kubawa.
“Alanda, maukah
kau menjadi pacarku?” kata Aldo. Seketika hatiku panas.
“Hem,
sebenarnya...” kata Alanda sambil memandang sekitar, aku tahu, pasti dia ingin
memastikan aku tidak ada disana. Aku pun langsung mendekatinya.
“Terima saja!
Aldo kan ganteng dan kaya, rugi loh!” teriakku. Yang membuat Aldo dan Alanda
kaget. Kemudian aku pergi meninggalkan tempat itu.
*
Alam seolah
bersekongkol mengejek diriku, sesaat setelah aku berteriak kepada mereka, hujan
pun turun, bahkan sangat deras. Tapi tetap saja, aku tidak memperdulikannya,
aku sudah cukup terpukul dengan kejadian tadi. Sampai tak kusadari aku sudah
berada di depan telepon umum yang biasa aku singgahi. Didepan telepon umum itu
aku menghadap kelangit.
“KENAPA AKU
SELALU MENJADI ORANG YANG TERSAKITI KARENA CINTA?” teriakku tanpa mempedulikan
sekitarku.
Kemudian sesaat
setelah itu, aku mendengar suara orang memanggilku. “Alvian?”
“Alanda?” aku
mengenali sosok itu, itu Alanda. “Apa yang kamu lakukan?” aku melihat dia basah
kuyup dan ngos-ngosan.
“Aku ingin kamu
dengar, tadi aku bilang sama Aldo, aku tidak bisa menerimanya menjadi pacarku”
katanya.
“Lalu, apa
hubungannya denganku?” kataku dengan nada seperti orang yang benar-benar kesal.
“Karena ada
yang lebih aku inginkan jadi pacarku, orang yang selalu menemaniku akhir-akhir
ini. Kamu Alvian” jawabnya sambil tersenyum. Ada air mata yang keluar dari
matanya, air mata yang bahkan hujan pun tak sanggup menyembunyikannya.
“Benarkah itu
Alanda?” tanyaku.
“Kapan aku
pernah bohong sama kamu?” jawab Alanda.
Aku pun
tersenyum dan langsung lari memeluknya. Pelukan yang aku harap menjadi
penghangat untuknya, dan juga sebagai tanda aku tak ingin melepaskannya.
“Maafkan aku
Alanda, aku ingin kamu tahu, aku mencintaimu” kataku. Dan kucium keningnya yang
basah karena hujan.
“Aku
mencintaimu juga Alvian” katanya sambil memelukku lebih erat.
Kami berdua
berpelukan begitu lama, sampai hujan pun tak dapat memisahkan kami. Mulai saat
ini dan seterusnya, aku tak akan pernah melukainya. Didepan telepon umum ini,
aku pertama melihatnya, dan didepan telepon umum ini juga, aku berjanji akan
terus mencintainya.
Senin, 29 Agustus 2016
Kenangan
Suasana sekolah tidak seperti biasanya,
sekolah sangat ramai dan dihiasi dengan berbagai macam pernak-pernik
bertuliskan “Selamat Hari Sumpah Pemuda”.
“Ah, pasti acara OSIS, sepertinya nggak
belajar lagi nih hari ini” pikir Kevin sambil melengos dan pergi kearah
kelasnya. Sambil berjalan Kevin sekali-sekali memperhatikan anggota Paskibra
sekolah yang sedang berlatih untuk persiapan upacara pagi itu. Matanya sibuk
mengeksplorasi lapangan hingga sampai pada wajah seseorang yang dia kenal sedang
berlari kearahnya.
Dan orang itu adalah orang yang sudah membuatnya
sakit hati, orang yang sudah menggoreskan luka dihatinya. Clara.
“Hai, Kevin! Sendiri aja,nih” katanya ramah,
tapi Kevin hanya mengganggap itu sebagai modus
dia ingin mendekatinya. Kevin hanya cuek.
“Hm, sepertinya kamu masih marah ya” katanya
dengan tampang sedih. Seperti sedang mengharapkan Kevin untuk berbicara
padanya. Dan sepertinya, dia berhasil.
“5 menit” kata Kevin singkat sambil berhenti
berjalan dan menghadap kearahnya. Dan terlihat senyum mekar diwajah Clara.
“Aku cuma mau minta maaf, soal perilaku ku
sama kamu. Aku sangat menyesal sudah mengatakan itu, aku hanya ingin memulai
semua dari awal”
Setelah semua yang dia lakukan? Setelah dia
menusuk hati Kevin dengan kata-katanya itu? Setelah dia mengakui didepan semua
orang kalau Kevin bukan siapa-siapa? You
must be kidding.
Kevin hanya pasang tampang cuek. Sampai
akhirnya dia mengeluarkan tatapan sedih itu lagi. Mungkin, ini salah satu
kelemahan Kevin, dia terlalu lemah dengan tatapan sedih seorang wanita.
“Terserah lah” jawabnya sambil melanjutkan
berjalan.
“Aku tunggu di cafe biasa ya?” teriak Clara
sambil melambaikan tangan.
***
Kevin dan Clara terhanyut dalam pembicaraan
mereka. Sehingga tanpa mereka sadari, seseorang sedang mengintip mereka dari
jauh dan mendengar jelas percakapan mereka. Seketika lutut orang itu lemas dan
terduduk sambil menutup wajahnya dengan lutut. Orang itu ingin bangkit, tapi
tas biru mudanya yang sangat berat serta pemandangan yang sangat tidak ingin disaksikannya
seolah menjadi beban tersendiri untuknya.
“Aku harus mengikuti Kevin” pikirnya.
***
“Akhirnya sampai juga” pikir Kevin sambil
segera masuk kedalam cafe, mencari-cari sosok yang menyuruhnya datang kemari.
Benar, menyuruh. Karena sejujurnya dia tidak mau lagi menemuinya.
“Hey, kukira kamu gak bakal datang kemari”
kata Clara.
Tadinya
memang begitu.
“Aku udah pesenin minuman kesukaanmu, cappucino ice with bubble”
Kevin tidak pernah bisa menolak minuman ini
sekeras apapun aku mencoba. Dia benar-benar di skakmat.
“So, gimana keluargamu? Sehat semua kan?”
tanyanya kepada Kevin yang masih sibuk menyeruput minumannya.
“Sehat-sehat aja, keluargamu gimana?”
“Alhamdulillah. Semuanya baik-baik saja”
balasnya sambil tersenyum. “Kevin, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan,
tentang kita” katanya serius.
“Ada apa?” kata Kevin setelah berhenti meminum
minumannya.
“Apa kamu masih ingat? Dulu kalau kita lagi
berantem kita selalu lari kesini, dan anehnya kita juga selalu ketemu disini”
kata Clara sambil melihat sekitar seolah membayangkan hal itu benar-benar
terjadi. “Tapi, semua itu hanya kenangan” seulas senyum kemudian mekar
diwajahnya.
“Maksud kamu? Aku tidak mengerti”
“Aku ingin, kita kembali kayak dulu lagi,vin.
Pulang bareng, nonton bareng, makan bareng. Menghabiskan waktu bersama seperti
dulu lagi”
Kevin hanya terdiam. Dia terlalu terlelap
dengan pikirannya sendiri dengan perkataan Clara saat itu. Sampai tidak
menyadari, ada sebuah kamera yang mengabadikan setiap detik itu
***
“Please, Kevin” kata Clara sambil memegang
tangan Kevin.
Ckrek. Sekejap kemudian sebuah kamera polaroid yang digantung dileher sukses
mengabadikan saat itu. Kamera itu tidak dapat disadari oleh Kevin dan Clara
karena posisinya yang tertutup oleh tas biru muda. Tas biru muda milik Syahwa.
Syahwa yang sedari masuk sekolah sudah
membuntuti mereka berdua dengan kesal. Kekesalannya bertambah karena Kevin
tidak mengakui kalau dia ingin menemui Clara. Tiap kali Syahwa bertanya
kepadanya dia mau pergi kemana, pasti Kevin hanya menjawab “mau ke rumah
teman”.
“Maaf, Clara. Aku tidak bisa menerima kamu
lagi” jawab Kevin.
Seketika itu Syahwa menurunkan kameranya dan
ikut penasaran dengan apa yang akan Kevin katakan.
“Aku sudah jatuh cinta dengan orang lain”
lanjutnya.
Syahwa kemudian terdiam. Tak lama kemudian
keluar air mata dari ujung matanya.
Kevin sudah jatuh cinta dengan orang lain?
Lantas apa maksud perlakuan padaku kemarin? Apa itu hanya omong kosong semata?
Syahwa segera keluar dari cafe itu. Hanya
secangkir coklat panas yang kini tinggal setengah serta uang diatas bill yang
ada diatas mejanya. Tanpa ingin memikirkan apapun lagi ia pergi keluar dan
mencari angkutan umum untuk pulang kerumahnya. Hatinya terlanjur retak oleh
orang yang dia sayangi.
***
“Siapa Kevin?” tanya Clara heran.
“Aku tidak bisa bersamamu denganmu lagi. Aku sudah
mencintai orang lain, dia Syahwa” jelas Kevin padanya.
“What? Anak yang tidak bisa bicara itu?”
Plak. Sebuah tamparan mendarat sukses di pipi Clara.
“Sekali lagi kamu bicara seperti itu tentang Syahwa
didepanku, aku tidak akan segan-segan menamparmu lagi” emosi pun mengambil alih
dirinya. “Dia mungkin tidak secantik dirimu, tidak sekaya dirimu,dan tidak
sesempurna dirimu. Tapi satu yang membuatku memilihnya, dia tulus mencintaiku”
jawabnya sambil kemudian keluar dari cafe itu dan melewati meja dengan sebuah
coklat panas, dia terdiam sejenak di meja itu, setelah akhirnya kembali
beranjak pergi.
***
Tamparan barusan benar-benar memberi kesan
dalam untuk Clara. Baik diwajahnya, maupun dihatinya. Dia merasa sudah
diinjak-injak harga dirinya oleh orang yang tidak sebanding dengan dirinya.
Orang yang tidak bisa berbicara normal dengannya.
Dan Kevin? Entah setan apa yang merasuki
pikirannya hingga dia “membuang” Clara, yang jelas-jelas adalah cewek terpopuler
disekolahan.
“Aku harus merebut Kevin kembali, entah dengan
cara apapun”
***
Pertemuannya dengan Clara ini sangat ia
sesali. Dia merasa sangat salah sudah membohongi Syahwa, dan dia juga merasa
marah karena “kenangan” masa lalunya datang untuk merusak hubungannya.
Setelah membawa motornya selama beberapa menit
sampailah dia didepan rumah Syahwa. Dia kemudian menekan bel. Tapi yang keluar
adalah bibi Woro yang kemudian memberikan pesan yang tidak mengenakkan
untuknya.
“Maaf, nak Kevin. Non Sasa sepertinya sedang
tidak ingin diganggu, soalnya tadi bibi lihat dia pulang sambil menangis” kata
bibi Woro dengan wajah khawatir.
“Oh begitu ya, bi. Baiklah, titip salam aja
buat dia,bi” jawab Kevin seraya meninggalkan rumah Syahwa sambil melepas senyum
kepada bibi Woro tanda pamit.
Sebuah pertanyaan timbul di benak Kevin. Apa yang sebenarnya terjadi?.
***
“Kevin jahat!” teriak Syahwa dalam hatinya,
seolah ingin memarahi Kevin, dan dirinya sendiri. Hatinya benar-benar sudah
kacau. Disatu sisi, dia senang Kevin tidak kembali kepada Clara. Tapi disisi
lain, dia hancur karena dia merasa semua perlakuan Kevin selama ini hanya omong
kosong.
Dia kemudian memandang kembali foto-foto yang
diambilnya tadi. Entah kenapa, dia merasa seolah tidak bisa marah dengan lelaki
itu. Betapapun hatinya menolak untuk memaafkannya.
Kemudian beberapa saat setelah itu, pesan
singkat muncul di ponsel Syahwa. “Pasti dari Kevin” pikirnya. Dia memang
berharap Kevin mengiriminya sms kalau dia minta maaf atas kebohongannya siang
ini. Tapi Syahwa terkejut ternyata bukan Kevin, tapi Ayahnya. Dan yang lebih
mengejutkan lagi isi pesannya.
From :
Ayah
Maaf,
kami dari rumah sakit Urip Sumoharjo. Apakah betul anda anaknya? Kami ingin
memberitahukan kalau Ayah anda mengalami kecelakaan. Tolong segera kerumah
sakit.
“Ayah kecelakaan?” teriaknya dalam hati.
Saat itu juga Syahwa langsung mengganti
pakaiannya dan segera menelpon taksi untuk pergi kesana. Dia sangat takut. Dia
tidak mau kehilangan orang tuanya, lagi.
Senin, 11 November 2013
Untukmu putri kecilku.
Untukmu, putri kecilku
Kamu yang selalu tersenyum menghadapi tingkah konyolku. Aku
pun bingung sendiri ketika kau tetap tersenyum ketika kau melihat tingkahku
yang seperti anak-anak. Saat itu kau hanya tersenyum dan menatap mataku seraya
berkata, “kakak lucu,ya”.
Aku masih ingat dulu pernah memberimu sebuah buku pelajaran
dengan harapan kamu menjadi seseorang yang berprestasi, dan ternyata berhasil.
Kamu sekarang menjadi lebih hebat dibanding aku pertama mengenalmu. Dan tanpa
sadari, aku membangun perasaan spesial dihatiku.
Aku dulu pernah melupakan perasaan ini, aku pernah hanya
menganggapnya angin lalu. Aku pun biasa saja ketika melihatmu dengan pacarmu.
Tapi lama kelamaan, aku merasa ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Perasaan
yang dulu kubangun akhirnya melahirkan perasaan baru yang selalu kuanggap
pengganggu, perasaan yang selalu ingin kuhindari karena sudah terlalu lelah
sakit karenanya. Cemburu.
Kukira dengan tidak mengontakmu sama sekali, aku bisa
menghilangkan perasaan yang menumpuk dihatiku, meruntuhkan perasaan yang dua
tahun lalu sudah kubangun. Tapi sia-sia, perasaan itu tetap saja hinggap
disudut hatiku, bahkan ketika aku memiliki pacar baru. Rasa itu tidak pernah
berubah. Aku tetap sayang kamu.
Aku sangat iri dengannya. Aku iri karena dia benar-benar
membuatmu menutup hatimu. Benar-benar membuatmu tidak bisa melupakan dirinya.
Sakit rasanya, ketika aku dengan tololnya memberikan kode-kode untuk kau
terjemahkan. Tapi yang kudapat hanyalah kata-kata tentang memorimu bersamanya.
Hingga saat itu, aku beranikan diri untuk mengatakan
perasaanku padamu. Bahkan didepan teman-temanmu. Aku masih ingat sekali wajahmu
ketika kau akhirnya menerimaku untuk mengisi hatimu. Tapi, aku melihatnya.
Matamu, mata itu, menggambarkan keraguan yang benar-benar menusuk hatiku.
Aku berjanji, aku tidak akan mengecewakanmu. Tapi yang aku
lakukan hanya mengecewakanmu. Aku selalu berharap dapat menjadi pengganti
dirinya. Tapi ternyata kenangannya masih kau simpan disudut hatimu.
Memang bodoh untuk menyuruhmu melupakan kenangan indahmu
bersamanya, semudah aku melupakan kenangan indahku bersama kekasihku dulu. Tapi
tak bisa kupungkiri, aku sangat membenci orang itu.
Aku mulai bertanya, apakah aku, orang yang baru masuk dalam
hatimu, pantas untuk menempati bagian hatimu. Yang didalamnya sudah melekat
erat kenanganmu bersamanya.
Aku benci ini, aku cemburu,aku sedih. Dan yang paling
penting, aku ingin kau tahu, aku tak ingin kehilanganmu.
Dari seorang yang berharap menjadi penghapus airmatamu
Thanks ya hujan.
Hai hujan,
kenapa kau selalu
datang disaat seperti ini
Saat aku sedang sedih
karena aku tak mampu
menghapus lukanya
Hai hujan
kenapa aku harus
bertemu dengan mu
Saat aku sedang sedih
karena aku tahu aku
ternyata tidak sepadan dengan kenangannya
Hai hujan
kenapa kau selalu
menemani hari-hariku
Saat aku sedang sedih
karena aku melihat
keraguan setiap dia mengucapkan “I love you”
Hai hujan, aku tahu,
mungkin saat ini kau sedang menambah air mataku.
Tapi aku senang, kau
membantuku menyembunyikannya hal yang dapat membuatku merasa orang paling rapuh
didunia.
Dan aku senang, kau
menyembunyikannya dari orang yang kusayang
Seharusnya itu aku...
Seharusnya itu aku,
Aku yang menemanimu
diujung sedihmu
Aku yang mengisi
kekosongan hatimu
Menghapus segala air
matamu
Tapi aku sadar, itu
bukan aku
Seharusnya itu aku,
Yang berkali-kali
menggoreskan luka dihatimu
Namun kau tetap sabar
sambil tersenyum
Dan mengatakan, “aku
sayang kamu”
Tapi ternyata, itu
bukan aku
Seharusnya itu aku,
Yang ada dibayangan
matamu ketika aku mengatakan “aku mencintaimu”
Dan kau menjawabnya
dengan penuh keraguan
Aku mencoba melihat
kedalam bayangan yang ada dimatamu
Dan sedihnya, itu
bukan aku
Seharusnya itu aku,
Yang selalu kau
bicarakan dalam setiap obrolanmu dengan rekanmu
Yang selalu kau
banggakan ketika kau bersama temanmu
Tapi setiap kali kau
mengobrol denganku
Aku menyadari, itu
bukan aku
Itu bukan aku,
Yang selalu menjadi
bahan inspirasimu
Yang selalu membuatmu
bersemangat menjalani hari
Yang menjadi
pasanganmu yang merangkai kata-kata di novel kehidupan ini
Yang menjadi
penghapus segala kegalauanmu tentang dirinya
Yang menjadi
penyebabmu bersedih maupun senang
Harusnya, itu
aku...
Rabu, 23 Oktober 2013
Poem - Im Happy For You
Im happy for you
For your smile
Even it break my heart
Even it is pain for me
Im happy for you
For your laugh
Even it not because me
Even it not for me
Im happy for you
For your time together
with me
Even it will be
disappear
Even it your time is
for his now
Im happy for you
I haven’t any reason
to forget our memories
Even we will not make
a memories again
Because you will make
ones with another person
Im happy for you
Because i love you
Langganan:
Postingan (Atom)